1.
Governance System
Pengertian
Good Governance
Good Governance merupakan sistem
tata kelola yang baik sehubung dengan pelayanan terhadap masyarakat luas yang
meliputi cara kerja, aturan, cara pengambilan keputusan dan penerapan kepada
masyarakat luas. Jadi Governance Sytem dapat diartikan bahwa sistem yang
mengelola dengan baik sehubung dengan pelayanan terhadap masyarakat luas.
Governance System merupakan suatu
tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat)
unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1)
Commitment
on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen
untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan
berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku.
2)
Governance
Structure
Governance Structure adalah struktur
kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
3)
Governance
Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan
mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam
menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4)
Governance
Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari
pelaksanaan baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang
digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
2.
Budaya Etika
Budaya
adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang
dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial
mereka. Etika
berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dan tidak, bohong dan
jujur. Dimana hal tersebut sangat tergantung kepada nilai-nilai yang berlaku dalam
lingkungan dimana orang-orang tersebut berfungsi.
Jadi budaya
etika adalah cara yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu lingkungan tertentu
yang berkaitan dengan sikap. Saat ini topik tentang pengembangan budaya
etika menjadi pembicaraan di kalangan para pemimpin perusahaan kelas dunia baik
di Amerika maupun Eropa. Tujuan pengembangan budaya etika adalah meningkatkan
kualitas kecerdasan emosional, spiritual dan budaya yang diperlukan oleh setiap
pemimpin bisnis sehingga dapat memperlancar proses pengelolaan bisnis yang
digeluti.
Oleh karena
itu mereka meyakini bahwa hanya budaya etikalah yang dapat menyelamatkan bisnis
mereka di masa depan. Hal ini muncul dari hikmah atas peristiwa krisis ekonomi
dan keuangan dunia yang berawal di Amerika dimana penyebab utama dari peristiwa
tersebut adalah tidak berjalannya etika bisnis dengan dukungan manajemen risiko
yang kuat. Para ahli manajemen beranggapan bahwa krisis terjadi akibat beberapa
perusahaan tidak menerapkan prinsip-prinsip dengan baik dan benar.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa belajar dari peristiwa krisis itulah maka pada
saat ini para pemain bisnis global semakin menyadari pentingnya mengembangkan
budaya etika berbasis prinsip-prinsip dan nilai-nilai perusahaan. Budaya
Organisasi mempunyai contoh seperti yang terjadi di setiap perusahaan, yang
muncul berdasarkan peralanan hidup para pegawai. Tapi pada umumnya budaya
organisasi terletak pada pendiri perusahaan itu sendiri. Karena merekalah yang
mengambil keputusan dan memberi arah strategi organisasi yang biasanya disebut
juga budaya organisasi. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down. Para
eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
1) Corporate Credo, merupakan pernyataan ringkas
mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan
kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar
perusahaan.
a) Komitmen internal
b) Komitmen Eksternal
2) Program etika adalah suatu sistem yang
terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam
melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan
audit etika.
3) Kode etik perusahaan. Setiap perusahaan
memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut
diadaptasi dari kode etik industri tertentu. Lebih dari 90% perusahaan membuat
kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan
aktivitasnya. Contohnya IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan
Perilaku Bisnis IBM).
3.
Mengembangkan struktur
Etika Korporasi
Mewujudkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor
swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan
sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas "Board Governance". Dengan adanya kewajiban
perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara
maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk
bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan
merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan
atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar
supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal,
Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance"
yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih
mudah dan cepat.
4. Kode
Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Untuk
mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi
oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (Code Of Conduct) yang dapat menjadi
acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (Values) dan etika bisnis sehingga
menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Kode
perilaku korporasi (Corporate Code Of
Conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan
batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan
tersebut. Kode perilaku korporasi yang
dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap
perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalm menjalankan usahanya.
Prinsip dasar yang harus dimiliki
oleh perusahaan adalah:
1) Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai
perusahaan (Corporate Values)yang
menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
2) Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam
pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang
disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis
yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan
manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
3) Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis
perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku
agar dapat dipahami dan diterapkan.
5.
Evaluasi terhadap Kode
Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal
(Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate
Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada
tanggal 30 Mei 2005. Pengaruh etika terhadap budaya
1) Etika Personal dan etika bisnis merupakan
kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam
mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi
yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2) Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang
terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi
dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana
peningkatan kerja
Contoh Kasus
WorldCom adalah perusahaan
penyedia layanan telepon jarak jauh. Selama tahun 1990-an, perusahaan ini
melakukan beberapa akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lain, namun
akuisisi yang besar terjadi pada tahun 1998 saat WorldCom mengambil alih
perusahaan MCI yaitu perusahaan kedua terbesar di Amerika yang bergerak di
bidang telekomunikasi jarak jauh yang mengukuhkan posisi WorldCom menjadi
operatoe ni. 1 dalam infrastruktur internet.
Pada kasus WorldCom, perusahaan
membukukan lebih dari $3,8 Milyar beban operasional sebagai pengeluaran modal.
Dengan begini, WorldCom mampu menaikkan pendapatan atau laba. Selain itu,
WorldCom juga menggunakan akun cadangan secara tidak benar untuk mengantisipasi
kejadian-kejadian luar biasa yang tidak dapat diprediksi, misalnya utang pajak
tahun depan. Seharusnya akun ini tidak boleh dimanipulasi untuk memperoleh
pendapatan. Praktik tidak sehat tersebut telah menyebabkan kehancuran yang luar
biasa pada perusahaan, terlebih lagi didukung oleh tindakan KAP Arthur Andersen
yang membiarkan praktik tersebut
Referensi:
http://www.telkom.co.id/UHI/UHI2011/ID/0913_etika.html
http://mauritsrj.blogspot.com/2013/10/tugas-3-etika-profesi-akuntansi.html
http://mauritsrj.blogspot.com/2013/10/tugas-3-etika-profesi-akuntansi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar